Oleh: Agus Riyadi, S.Pd.I
( Mahasiswa Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor )
Ujian Nasional atau biasa disingkat UN yang sering kita dengar adalah sebuah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang diselenggarakan oleh pusat penelitian pendidikan. Dengan kata lain, UN adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukan guna untuk memberikan standar pendidikan untuk seluruh peserta didik yang ada di Indonesia.Oleh karena itu UN sejatinya dilaksanakan demi terciptanya mutu dan pemerataan pendidikan yang bermartabat.
Dalam sejarah pelaksanaannya UN dilaksanakan sejak tahun 2005 sampai 2016. Selama perjalanannya, UN kerap menimbulkan sikap pro dan kontra dari berbagai kalangan, terutama dari orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan di Indonesia. Banyak terjadi kesalahan-kesalahan maupun kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaannya. Hal ini menjadi bahan evaluasi bersama, bukan saja siswa yang dievaluasi secara akademik melainkan jajaran pendidik dan tenaga kependidikan sebagai penyelenggara UN tersebut.
Isu yang sedang hangat dan beredar di masyarakat dewasa ini adalah tentang moratorium UN 2017. Hal ini sesuai dengan penegasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bahwa Ujian Nasional akan dimoratorium. Menurut Pak Menteri, hal ini sudah disetujui oleh Presiden Jokowi, hanya tinggal menunggu formalitas berupa Instruksi Presiden (Inpres). Akan tetapi bagi segenap peserta didik yang sedang duduk di bangku terakhir SMA atau SMP tidak bisa bebas atau merdeka begitu sajadari UN, melainkan ada ujian akhir sekolah yang dilakukan secara desentralisasi.Ujian ini berbentukUjian Akhir Sekolah Berstandar Nasional.
Maksu ddari "Ujian yang dilakukan secara desentralisasi" adalah ujian bagi siswa SMA/MA/SMK dan sederajat merupakan wewenang provinsi. Artinya, Kementerian pendidikan masing-masing provinsilah yang berwewenang menentukan ujiannya. Sementara untuk SD dan SMP yang menentukan adalah level kota/kabupaten.Sehingga, ujian akhir SMA di DKI Jakarta akan berbeda dengan di JawaTimur, ujian akhir SMP di DI Yogyakarta akan berbeda dengan di Jawa Barat atau provinsi lainnya.
Moratorium UN sejatinya sesuai dengan Nawacita pemerintahan Jokowi yang mengedepankan desentralisasi. Sebagai salah satu ciri good govermance yang selama ini diajarkan kepeserta didik dalampelajaran civic education adalah desentralisasi. Yaitu memberikan wewenang penyelenggaraan evaluasi pendidikan sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Karena peserta didik yang ada di SekolahNegeri Jakarta dengan di pelosok Papua tentu tidak punya sarana dan prasarana yang sama. Lalu mengapa pula harusmengerjakan soal yang sama? Singkatnya, dalam sistem desentralisasi proses penyelenggaraan pendidikan diserahkan kepada provinsi, kota/kabupaten dan sekolah masing-masing, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai monitoring.
Berikutnya mengenai pelajaran yang di-UN-kan.Selama ini pelajaran yang diujikanhanya ditentukan oleh Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPS, dan IPA (untuk SMP) sedangkan masih banyak mata pelajaran lainnya yang jauh lebih penting berkaitan dengan mental dan spiritual peserta didik seperti nilai-nilai agama, moral, sejarah, dan budaya. Bahkan dalam lingkungan terkecil dan paling sederhana sekali pun, kebudayaan sudah tercipta meski orang-orang di dalamnya tak berilmu.Alhasil, ini adalah bentukd arisekularisasi mata pelajaran dalam dunia pendidkan.
Benar adanya ujarPak Mendikbud bahwa pada akhirnya siswa hanya akan mementingkan pelajaran UN. Jika kita melihat kelapangan jangankan siswa, sekolah pun begitu. Padahal bagi penulis pribadi, semua pelajaran semestinya penting karena tujuannya adalah membentuk karakter dan akhlak peserta didik, bukannya mengkotak-kotakkan dan mempersempit pikiran anak mengenai pelajaran "penting" dan "tidakpenting". Sekolah semestinya membentuk manusia, bukan robot berpikiran sempit.
Pada dasarnya dewasa ini kita tidak hanya butuhkan pemetaan semata melainkan langkah nyata memajukan pendidikan kita agar dapat mengembangkan potensi lokal peserta didik di setiap daerah dan pada akhirnya membentukgenerasi masa depan yang mengedepankan nilai-nilai akhlak, budi pekerti, moral, sejarah, dan budaya beriringan dengan perkembangan sains dan teknologi.
Jika Moratorium ini dilaksanakan dan sampai terjadi penghapusan UN, maka terdapat beberapa manfaat/keuntungan diantaranya
- Tidak adalagi sebuah kesulitan pemerintah pusat untuk mengirimkan puluhan ribu soal ujian kepelosok Indonesia dengan pengawalan polisi.
- Dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam pelaksanaan UN.
- Dapat meminimalisir kebocoran soal, serta berbagai kendala teknis lainnya.
Hal ini dibuktikan bahwa setiap tahun biasanya terdapat sekolah atau daerah yang pelaksanannya heboh tertunda karena soal ujiannya belum sampai atau rusak.
Kemudian dimana letak pemerataan pendidikan tanpa UN, Mendikbud merasa kalau masalah pemerataan pendidikan inilah yang perlu dibenahi di masing-masingl embaga penyelenggara pendidikan, supaya tidak ada ketimpangan. Maka karena kualitas pendidikan dewasa ini belum merata, sejatinya belum ideal juga kalau negara mengadakan ujian yang levelnya nasional.Tapi sebaliknya, jika pendidikan di Indonesia sudah merata, maka menurut Pak Muhadjir bukan tidak mungkin jikaUjian Nasional akan kembali diadakan beberapa tahun mendatang.
Wacana Moratorium atau penghapusan/peniadaan Ujian Nasional memang menimbulkan pro dan kontra. Seperti halnya penulis baca dalam berita detik.com, Pengamat pendidikan Bapak M. Abduh zen adalah salah s atu pihak yang sangat mendukung penghapusan ini.Menurut beliau, penyelenggaraan UN lebih banyak tidak efektifnya diantaranya, membebani guru sehingga untuk hanya fokus pada UN, memicu kecurangan dari berbagai pihak, dan dianggap belum berhasil memajukan pendidikan di Indonesia.
Lain halnya dengan Rifqi Makarim yang mempunyai pendapat berbeda,Ketua OSIS SMAN 1 Surakarta mengungkapkan “Sebagai pelajar, sebenarnya saya kurang setuju atas keputusan ditiadakannya UN. Salah satu sebabnya karenaUjian Nasional merupakan system evaluasi berstandar nasional. Jadi dengan adanya UN, semua sekolah akan punya standar yang sama.”Bagi Rifqi, akan membingungkan kalau nantinya diterapkan standar yang berbeda-beda. Ia pun nggak yakin bahwa moratarium UN ini dapat menjadi solusi untuk meningkatkan dan memeratakan pendidikan di Indonesia.
Dari realita yang ada dapat disimpulkan bahwasannya penyelenggaraan evaluasi pendidikan dengan menggunakan sistem sentralisasi melalui ujian nasional belum sepenuhnya menjadi solusi pemerataan pendidikan. Sehingga perlu pengkajian ulang dari sistem tersebut. UN yang bermartabat sejatinya menjadikan siswa semangat belajar dan termotivasi untuk rajin belajar yang akhirnya tertanamkan nilai-nilai perjuangan“adanya ujian untuk belajar bukannya belajar karena adanya ujian”.WallahuA’lam.. [AKA]